A. Biografi Singkat Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal memiliki
nama lengkap Sir Allama Muhammad Iqbal (untuk selanjutnya ditulis Iqbal), dia
dilahirkan di Sialkot-India (sebuah kota tua diperbatasan Punjab_wilayah Pakistan_ Barat dan Kashmir) pada tanggal 9 November 1877 M/ 2
Dzulqo’dah 1294 H
(Mukti Ali: 1998). Dan wafat pada tanggal 21 April
1938 M. Iqbal terlahir dari sebuah keluarga miskin namun taat beribadah.
Ini didasarkan pada
kakek, ayah dan ibunya Iqbal. Kakeknya, Rafiq
adalah seorang yang taat, dia berasal dari Kashmir dan berimigrasi ke Sialkot-
India. Dan ayahnya, bernama Syeikh Noor Muhammad adalah seorang sufi dan dia
dikenal sebagai orang yang saleh dan selalu mementingkan nilai-nilai agama.
Sehingga sedari kecil Iqbal sudah mendapat pendidikan agama dari ayahnya
sendiri. Kemudian
ibunya, bernama imam bibi juga dikenal sebagai muslimah yang salehah. Tidak
disangsikan pada perjalanannya Iqbal kemudian menjadi sosok yang berpengaruh
bagi dunia islam.
Walaupun berasal dari keluarga yang miskin,
itu bukan menjadi penghalang bagi Iqbal untuk menimba ilmu formal. Berkat
kecerdasannya, ia mendapat beasisiwa di Scottish Mission School – Sialkot,
sekolah formal yang menjadi awal pendidikan Iqbal. Di sana ia dididik oleh Mir
Hasan, seorang guru yang ahli dalam bahasa Arab dan Persia. Kemudian
melanjutkan sekolahnya di Government College (sekolah tinggi pemerintah) di
Lahore. Dengan dibimbing oleh seorang orientalis terkenal yaitu Sir Thomas
Arnold, pada tahun 1897 Iqbal mendapat gelar BA dan mendapat gelar Master pada
bidang filsafat tahun 1899. Dalam
menimba ilmu di Government College ini Iqbal menerima beasisiwa dan meraih dua
medali emas karena prestasinya dibidang bahasa Arab dan Inggris (Mukti
Ali:1998).
Dengan kecerdasannya, kemudian dia diangkat
menjadi pengajar di Government College, dan disini awal mulainya Iqbal menulis
buku-buku dan syair-syairnya. Namun ini tidak sampai lama, karena gurunya Tomas
Arnold menyuruh Iqbal untuk melanjutkan pendidikannya di Eropa. Pada tahun 1905
akhirnya Iqbal melanjutkan studinya di Trinity College, Universitas Cambridge,
London serta mengikuti kursus advokasi (pengacara) di Lincoln Inn. Di tempat
studinya ini ia banyak belajar pada James Wird dan JE. Mc Teggart. Dia juga
sering diskusi dengan pemikir-pemikir lain dan sering pula mengunjungi
perpustakaan Cambridge, London dan Berlin. Untuk keperluan penelitiannya, ia
pergi ke Jerman mengikuti kuliah selama dua semester di Universitas Munich dan
berhasil mendapatkan gelar Doktor dalam bidang filsafat pada tahun 1907 dengan
disertasi “The Development of Metaphysics in Persia”, di bawah bimbingan
Hommel. Selanjutnya balik ke London untuk meneruskan studi hukum dan sempat
masuk School of Political Science (nicohendrick.wordpress.com/2009).
Menurut M Syarif dalam buku yang
diterjemahkan oleh Yusuf Jamil, dia menyatakan, bahwa hal penting yang
mempengaruhi pemikiran Iqbal ketika studi di Eropa ialah tren pemikiran yang
berkembang di Eropa saat itu. Diantaranya yaitu pemikiran dari tokoh filsafat
Jerman, Nietzsche (1844-1990 M), yakni pemikiran tentang filsafat kehendak pada
kekuasaan. Gagasan Nietzsche tentang manusia super (super man) ini mendapat
banyak perhatian dari para pemikir Jerman yang lain, seperti Stefen George dan
Richard Wagner. Selain itu, di Perancis, masyarakatnya dipengaruhi oleh
filsafat Henri Bergson (1859-1941) pemikirannya mengenai elan vital, gerak dan
perubahan. Sementara itu, di Inggris, Browning menulis syair-syair yang penuh
kekuatan dan Carlyle menulis karya yang memuji pahlawan dunia. Bahkan dalam
karya Llyod Morgan dan McDougall menganggap bahwa tenaga kepahlawanan sebagai
essensi kehidupan dan dorongan perasaan ke-aku-an (egohood) sebagai inti
kepribadian manusia. Dari munculnya pemikiran filsafat barat yang muncul secara
simultan tersebut memberikan pengaruh besar terhadap pemikiran Iqbal kemudian.
Ketika di London untuk yang kedua kalinya,
Iqbal ditunjuk sebagai guru besar bahasa dan sastra Arab di Universitas London,
mengantikan gurunya Thomas Arnold. Juga diserahi jabatan ketua jurusan bidang
filsafat dan kesusastraan Inggris disamping mengisi ceramah-ceramah keislaman.
Kegiatan ceramah pertama kalinya diadakan di Caxton Hall, ceramahnya di siarkan
media massa Inggris terkemuka. Namun itu tidak sampai lama, karena Iqbal lebih
memilih pulang ke Lahore, disana ia membuka praktek pengacara juga sebagai guru
besar di Government College, Lahore. Akan tetapi karena panggilan jiwa seninya
yang begitu kuat, itu membuat Iqbal akhirnya
keluar dari profesi tersebut, dia lebih memilih menjadi seorang penyair yang
kemudian mengantarkannya ke puncak popularitas sebagai seorang pemikir yang
mendambakan kebangkitan Islam. Dia pun menolak ketika sempat ada tawaran
menjadi guru besar sejarah oleh Universitas Aligarh pada tahun 1909.
Pada akhir tahun 1926, Iqbal masuk dalam
dunia politik ketika dipilih menjadi ketua DPR Punjab. Bahkan, pada tahun 1930,
ia ditunjuk sebagai presiden Liga Sidang Muslim yang berlangsung di Allahabad
yang menelorkan gagasan untuk mendirikan negara Pakistan sebagai alternatif
atas persoalan antara masyarakat muslim dan Hindu. Meski mendapat reaksi keras
dari para politisi, gagasan tersebut segera mendapat dukungan dari berbagai
kalangan, sehingga Iqbal diundang untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar di London,
tahun 1932, juga konferensi yang sama pada tahun berikutnya, guna membicarakan
gagasan tersebut. Tahun 1935 ia diangkat sebagai ketua Liga Muslim cabang
Punjab dan terus berkomunikasi dengan Ali Jinnah. Namun, pada tahun yang sama,
ia mulai terserang penyakit, dan semakin parah sampai mengantarkannya pada
kematian, yaitu pada 21 april 1938 (nicohendrick.wordpress.com/2009).
Dari perjalanan hidupnya yang sangat
berharga, Iqbal banyak meninggalkan karya-karya tulisnya, baik dari yang
berbentuk prosa, puisi, jawaban atas tanggapan orang maupun kata pengantar bagi karya orang lain.
Dari semua karyanya, Iqbal lebih banyak menggunakan bahasa Persi dalam
tulisannya, ini dikarenakan bahasa Persi saat itu menjadi bahasa yang dominan
digunakan oleh ummat Islam dan dipakai oleh masyarakat terpelajar. Selain itu,
semua itu ia maksudkan agar karyanya dapat diakses oleh semua wilayah dunia
Islam, tidak terbatas hanya di India. Diantara karya tulisnya yaitu The
Development of Metaphysics in Persia (disertasi, terbit di London,1908), Asra-
l Khudi (tentang proses mencapai insane kamil), Letters and Writtings of Iqbal
(Karachi, kumpulan surat dan artikel Iqbal) dan masih banyak karya-karya
tulisnya yang lain.
Kutipan isi dari karya tulis yang telah Iqbal
muat dalam karyanya yaitu Asra-l Khudi seperti oleh Dr. Mohammad Natsir dalam
bukunya Kapita Selekta disebutkan sebagai berikut:
Khudi
ko kar bulitna keh har taqdir se pahley
Khuda bandey se khud puchhey bata teri raza kia hai.
“Binalah pribadimu demikian hebatnya
sehingga sebelum Tuhan menentukan takdirmu
Dia
sendiri akan mengarahkan tanya padamu: Apakah yang kau kehendaki yang
sebenarnya”
B. Gagasan dan Pemikiran Muhammad Iqbal
1.
Metafisika
Dalam pemikiran filsafat,
Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, selain itu ia juga menyatakan bahwasanya pusat dan
landasan organisasi kehidupan manusia adalah ego, yang dimaknai sebagai seluruh
cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan. Ia senantiasa bergerak
dinamis untuk menuju kesempurnaan dengan cara mendekatkan diri pada ego mutlak,
yaitu Tuhan. Karena itu, kehidupan manusia dalam keegoanya adalah perjuangan
terus menerus untuk menaklukkan rintangan dan halangan demi tergapainya Ego
Tertinggi. Dalam hal ini, karena rintangan yang terbesar adalah benda atau
alam, maka manusia harus menumbuhkan instrumen-instrumen tertentu dalam
dirinya, seperti daya indera, daya nalar dan daya-daya lainnya agar dapat
mengatasi penghalang-penghalang tersebut. Selain itu, manusia juga harus terus
menerus menciptakan hasrat dan cita-cita dalam kilatan cinta (`isyq),
keberanian dan kreativitas yang merupakan essensi dari keteguhan pribadi. Seni
dan keindahan tidak lain adalah bentuk dari ekspresi kehendak, hasrat dan cinta
ego dalam mencapai Ego Tertinggi tersebut.
Kendati mengumandangkan
misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, namun Iqbal tidak menjadikannya membunuh ego
kreasi yang bersemayam di kedalaman diri. Ia selalu membuka katup cakrawala
pemikirannya atas dunia di luar Islam (terutama Barat). Ketika Iqbal meramu
postulat, “Saya berbuat, karena itu saya ada (I act, therefore I exist)”,
membedakannya dengan pemikir Muslim terdahulu yang banyak terjebak kenikmatan
“asketisme di sana “.
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis. Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Menyatukan diri dengan Tuhan, tetapi ego kreasi dalam diri terkikis habis. Gejala tersebut oleh Iqbal diistilahkan dengan “kesadaran mistis” dan tentunya sangat bertentangan dengan “kesadaran profetik”. Kesadaran mistik adalah istilah yang digunakan Iqbal untuk mengategorikan konsep wahdah al-wujud sebagai salah satu usaha yang dilakukan manusia dengan menafikan kehendak pribadi ketika mengidentifikasikan diri dengan Tuhan. Maka, aktivitas kreatif menjadi tidak terlihat dalam hidup keseharian. Sedangkan, kesadaran profetik adalah sebuah cara mengembangkan kesadaran melalui aktivitas kreatif yang bebas dan melalui kesadaran bahwa aktivitas kreatif manusia adalah aktivitas Ilahi.
Jadi, konsep wahdah
al-wujud dalam perspektif Iqbal adalah pengidentifikasian keinginan pribadi
dengan kehendak Tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan penafian diri.
Kehendak manusia pada posisi demikian menjadi otonom, tetapi tetap dalam
koridor bimbingan Ilahi (nicohendrick.wordpress.com/2009).
2.
Estetika
Berdasarkan konsep
kepribadian yang memandang kehidupan manusia yang berpusat pada ego inilah,
Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam seni, sehingga seluruh isi
seni –sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal— harus muncul dari
sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk
estetika melainkan pemikiran yang lahir berdasarkan dan penuh kandungan emosi
sehingga mampu menggetarkan manusia (penanggap)8. Seni yang tidak demikian
tidak lebih dari api yang telah padam.
Karena itu, Iqbal memberi
kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni harus merupakan karya
kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam citra
ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan kehidupan.
Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas karena dengan sifat-sifat itulah
Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan menggerakan semesta. Selain itu,
hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa melainkan sukarela, sehingga
harus ada kreativitas untuk menjadikannya bermakna. Karena itu, dalam pandangan
Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau dikenal lewat
konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk dan dibentuk lagi lewat
tindakan-tindakan nyata.
Dalam pemikiran filsafat,
gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa
seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip
universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga
harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi
lingkungannya, atau bahkan mampu memberikan “hal baru” bagi kehidupan. Dengan
menawan sifat-sifat Tuhan dalam penyempurnaan kualitas dirinya, manusia harus
mampu menjadi “saingan” Tuhan. Di sinilah hakekat pribadi yang hidup dalam diri
manusia dan menjadi kebanggaannya dihadapan Tuhan.
Kedua, berkaitan dengan
pertama, kreatifitas tersebut bukan sekedar membuat sesuatu tetapi harus
benar-benar menguraikan jati diri sang seniman, sehingga karyanya bukan
merupakan tiruan dari yang lain (imitasi), dari karya seni sebelumnya maupun dari
alam semesta. Bagi Iqbal, manusia adalah pencipta bukan peniru, dan pemburu
bukan mangsa, sehingga hasil karya seninya harus menciptakan ‘apa yang
seharusnya’ dan ‘apa yang belum ada’, bukan sekedar menggambarkan ‘apa yang
ada’ (Azzam, 1985, 141). Dalam salah satu puisinya, Iqbal mengecam dan
menyebut kematian seni Timur yang meniru
seni Barat.
Di negeri ini berjangkit kematian imaginasi
Karena seni asing dan mengikuti Barat
Kulihat awan kelabu dan Behzad masaku
Merombak dunia Timur yang kemilau nan abadi
O, para seni di Timur
Usai sudah kreasi masa kini dan masa lalu
Berapa banyak kreasi tercipta
Tunjukkan pada kami pribadi
Pada semua bidang membumbung tinggi
Konsep-konsep seni dan
keindahan Iqbal tersebut hampir sama dengan teori seni Benedetto Croce (1866-1952
M), seorang pemikir Italia yang sezaman dengan Iqbal. Menurutnya, seni adalah
kegiatan kreatif yang tidak mempunyai tujuan dan juga tidak mengejar tujuan
tertentu kecuali keindahan itu sendiri, sehingga tidak berlaku kriteria
kegunaan, etika dan logika. Kegiatan seni hanya merupakan penumpahan
perasaan-perasaan seniman, visi atau intuisinya, dalam bentuk citra tertentu,
baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil karya seni ini kemudian
diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya seni tersebut
membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang dimiliki oleh
sang seniman. Dengan pernyataan seperti ini, mengikuti pendapat Syarif, teori
Croce berarti terdiri atas empat hal, (1) bahwa seni adalah kegiatan yang
sepenuhnya mandiri dan bebas dari segala macam pertimbangan etis, (2) bahwa
kegiatan seni berbeda dengan kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi
diri atas pengalaman individu (intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung
dalam bentuk individualitas kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan
analitis dan menghasilkan pengetahuan reflektif. (3) bahwa kegiatan seni
ditentukan oleh perkembangan kepribadian seniman, (4) bahwa apresiasi adalah
penghidupan kembali pengalaman-pengalaman seniman didalam diri penanggap.
Pandangan seni Iqbal tidak
berbeda dengan teori Croce tersebut, kecuali pada bagian pertama. Iqbal menolak
keras kebebasan seni dan keterlepasaannya dari etika. Iqbal justru menempatkan
seni dibawah kendali moral, sehingga tidak ada yang bisa disebut seni
–betatapun ekspresifnya kepribadian sang seniman— kecuali jika mampu
menimbulkan nilai-nilai yang cemerlang, menciptakan harapan-harapan baru,
kerinduan dan aspirasi baru bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan
masyarakat. Dengan demikian, gagasan seni Iqbal tidak hanya ekspresional tetapi
sekaligus juga fungsional.
3.
Etika
Dalam filsafat tentang
etika Iqbal menghimbau masyarakat timur (umat Islam), untuk kembali kepada
ajaran Islam yang agung serta menjauhi peradaban Barat (Eropa) yang merusak.
Iqbal memandang bahwasanya sebab kemunduran umat Islam adalah kecendrungan yang
membabi buta terhadap kebudayaan Barat yang telah membunuh karakter mereka
dengan terus mengadopsi budaya-budaya Barat tanpa proses filterisasi.
Iqbal mengungkapkan
pandangannya terhadap budaya Barat: “Akan tetapi terpulanglah kepada kalian dan
peradaban tanpa agama yang menghadapi pertarungan yang berkepanjangan dengan
al-Hak. Sesungguhnya malapetaka ini telah menghasilkan bencana yang besar
kepada dunia seperti kembalinya al-Latta dan al-Uzza (keberhalaan) ke Tanah
Haram Mekah, dimana hati manusia menjadi buta dengan sihirnya dan jiwa menjadi
mati. Ia telah memadamkan cahaya hati atau menghilangkan hati dari pemiliknya.
Ia juga telah mengubah siang yang terang benderang dengan meninggalkan insan
tanpa roh dan tanpa nilai apa-apa lagi”.
“Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia”.
“Walaupun ilmu pengetahuan berkembang dan perusahaan maju di Eropa, namun lautan kegelapan memenuhi kehidupan mereka. Sesungguhnya ilmu pengetahuan, hikmah, politik dan pemerintahan yang berjalan di Eropa tidak lebih dari ketandusan dan kekeringan. Perkembangan itu telah mengorbankan darah rakyat dan jauh sekali dari arti nilai kemanusiaan dan keadilan. Apa yang terjadi ialah kemungkaran, meminum arak dan kemiskinan terbentang luas di negeri mereka. Inilah akibat yang menimpa umat manusia yang tidak tunduk kepada undang-undang Samawi ciptaan Ilahi. Inilah dia negeri-negeri yang hanya berbangga dengan terang benderang cahaya listrik dan teknologi modern. Dan sesungguhnya negeri-negeri yang dikuasai oleh alat-alat dan industri ini telah memusnahkan hati-hati manusia dan membunuh kasih sayang, kesetiaan dan makna kemanusiaan yang mulia”.
Selanjutnya kata Iqbal,
gerakan perkembangan ilmu pengetahuan dan rasionalisasi yang berlangsung
dikalangan peradaban Barat tidak hanya membawa bahaya bagi bangsa mereka
sendiri. Perkembangan teknologi informasi di era modern telah membawa kerusakan
ini merasuki negeri-negeri Islam, yang merusak kejiwaan dan spritual umat
Islam. Bagaimanapun, apa yang dikhawatirkan ialah munculnya gejala kebekuan dan
kelumpuhan di kalangan umat Islam itu sendiri.
Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia, walaupun mereka sering mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat teori, bukannya praktek.
Walaupun di satu sisi peradaban Barat dilihat secara positif dari aspek ilmiah, tetapi bagi Iqbal, beliau merasakan bahwa di dalam jiwa bangsa Barat tidak ada lagi wujud kasih sayang sesama umat manusia, walaupun mereka sering mendengungkan nilai-nilai humanisme. Dan tidak ada lagi kepercayaan Barat kepada kebebasan, keadilan atau persamaan. Apa yang terjadi hanyalah bersifat teori, bukannya praktek.
Dalam pengulasan lebih
lanjut, Iqbal secara berani mengeluarkan pernyataan: “Perkembangan Eropa itu
sebenarnya tidak pernah memasuki kehidupan kemasyarakatan dalam bentuk yang
amali dan hidup. Apa yang mereka slogankan dengan konsep demokrasi hanyalah pembahasan
ilmiah, tetapi apa yang sebenarnya adalah penimbunan kekayaan golongan hartawan
di atas air mata golongan fakir miskin”.Justru bagi Iqbal, hanya Islam yang
mampu menyelesaikan semua permasalahan manusia. Ini karena kaum Muslimin
memiliki pemikiran dan akidah yang kukuh dan sempurna – diasaskan atas petunjuk
wahyu (al-Quran; S 3 : 110). Pemikiran dan pegangan yang kukuh ini dapat
menjadi solusi kepada pelbagai problem kehidupan karena mempunyai kekuatan sama
ada dari segi rohani maupun jasmani.
Di sisi lain, Islam
mengandung kekuatan yang mampu menangani semua permasalahan hidup manusia
disebabkan sistem hidupnya yang bersandarkan kepada keimanan dan keagamaan.
Dalam waktu yang sama Islam juga mendukung prinsip kebebasan, keadilan sesama
manusia dalam kelompok sosialnya (al-Quran; S 4 : 36). Oleh karena itu, ia mendorong manusia untuk melaksanakan
ajaran Islam demi tercapainya tujuan tersebut.
Dunia yang selama ini
ditafsirkan dari pendekatan materialisme adalah dunia yang buta dan kosong. Apa
yang bergerak selama ini adalah gerakan tanpa nilai dan tanpa memiliki tujuan apa-apa. Berbeda sekali dengan pendekatan al-Quran terhadap
kejadian alam, di mana dunia dan alam menurut ajaran Islam adalah berasaskan
kepada kebenaran dan keadilan (al-Quran; S 4 : 135, S 6 : 153 dan S 16 : 90).
Sesungguhnya, gagasan
pemikiran yang diberikan oleh Iqbal telah memberikan harapan yang baik kepada
Islam di masa depan
Obat Tradisional Urat Syaraf Kejepit paling Ampuh
ReplyDeleteApakah Hipertiroid Bisa Sembuh Total
Obat Tradisional Meningkatkan Kekebalan Tubuh Anak
Cara Ampuh Mengatasi Ejakulasi Dini
Obat Pelangsing Badan Herbal Alami
Obat Pelangsing Tradisional Tanpa Efek Samping
Eye Care Softgel Harga
Obat Diet Alami Tanpa Efek Samping
Pengobatan Batu Ginjal Tanpa Operasi
Agen Green World Mamuju Sulawesi Barat
Green World Cordyceps Plus Capsule
Green World Slimming Capsule
Obat Penurun Berat Badan Alami
Obat Pelangsing Badan Herbal Alami GWSC
Obat Tradisional Jantung Bocor paling Ampuh